Melihat Aktivitas Pengrajin Ampo di Desa Bektiharjo

Mendengar kata 'Ampo' pasti teringat dengan camilan khas Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Makanan yang murni terbuat dari tanah liat hitam ini, tergolong masih banyak peminatnya karena dalam sebulan rata-rata bisa terjual 3 kuintal.


"Camilan ini enak rasanya dan dipercaya menguatkan pencernaan," ujar keluarga pembuat Ampo Tuban, Sarpik (36), kepada suarabanyuurip.com, di kediamannya Dusun Trowulan, Desa Bektiharjo, Kecamatan Semanding, Minggu (27/5/2018).

Ibu dari empat anak ini, mengaku satu-satunya pembuat Ampo khas Bumi Wali (sebutan lain Tuban). Dia lihai membuat cemilan tersebut, hasil belajar otodidak dari ibunya bernama Rasimah (60).
Untuk membuat cemilan menyerupai astor ini, tak semudah melihatnya. Butuh feeling untuk merasakan adonan tanah liatnya. Jika adonan terlalu lembek atau keras, Ampo tidak jadi. Proses membuat adonan awal inilah, yang tidak semua orang bisa.

"Kalau saya sudah terbiasa jadi cukup dikira-kira saja," terang perempuan berkulit sawo matang ini.
Nampak undukan tanah liat di depan rumahnya. Kedua tangannya piawai menyisir satu persatu kotoran yang masih tersisa. Setelah dipastikan bahan adonan siap, tangannya langsung mengambil air sedikit dan memadatkan adonan berbentuk kubus.

Jika sudah cukup besar, kubus ini kemudian dipadatkan menggunakan palu dari kayu. Saat cuaca terik, adonan Ampo ini dipanaskan dulu dan dibiarkan selama semalam dengan dibungkus plastik. Keesokan harinya, adonan yang sudah padat langsung diserut menggunakan sebilai pisau bambu. Dengan cekatan dan terampil, stik Ampo sudah jadi dan siap diasapi.
"Saat pengasapan kurang lebih butuh waktu 30 menit sampai 1 jam," imbuhnya.

Saat pengasapan juga tidak boleh ada api menyala. Dikarenakan akan mempengaruhi rasa Ampo. Cemilan ini lebih gurih disantap ketika dimasak menggunakan asap tanpa api. Biasanya dinikmati sambil menyeduh kopi atau teh hangat.

Alasan Sarpik masih mempertahankan camilan khas ini, karena warisan dari leluhurnya. Disamping itu, menjadi sumber penghasilan keluarganya. Seiring berjalannya waktu, permintaan Ampo pun berkurang dari tahun ke tahun.
Sekalipun camilan ini kurang populer di Bumi Wali, namun Ampo sudah memiliki konsumen fanatik di luar daerah diantaranya, Kediri, Bojonegoro, Malang, dan Bandung. Bahkan konsumen dari Bandung berencana mengolah Ampo menjadi kapsul kesehatan. Sedangkan di Malang akan dioleh menjadi Cookies/roti kering.
"Selain di jual di Pasar Baru Tuban, cemilan ini biasa dipasarkan di Jenu dan Merakurak dengan harga Rp10 ribu/Kg," jelasnya.

Lebih dari itu, karena rasa penasaran beberapa turis asal Amerika, Sepanyol, dan Taiwan juga datang ke Trowulan. Mereka menyukai rasa ampo karena, membuat perutnya dingin. Sekaligus dipercayai bisa menyembuhkan penyakit perut, panas dalam, dan gatal-gatal.
Sarpik bersyukur, berkat penjualan Ampo bisa menghidupi keluarganya. Anak pertamanya yang bernama Dinda Klasikaputri (17), juga kerap mengharumkan nama Tuban di Jatim melalui kejuaraan karate.
Untuk membuat cemilan ini, pihaknya harus menyewa sawah dua petak dengan harga sewa Rp2 juta/tahun. Dari sawah inilah, tanah liat hitam didapatakannya dan diambil sebagai bahan dasar ampo saat musim kemarau. Sedangkan saat musim penghujan ditanami padi dengan bibit 10 Kg.
"Bahan bakar kayu sekarang mahal jadi berpengaruh pada produksi," terangnya.

Salah satu pembeli Ampo, Nurul Zahrotul Fitrya (23), mengaku baru pertama kali mencicipinya. Selama ini, karyawati di Tuban ini hanya mengetahui Ampo dari internet dan sekarang baru melihatnya langsung.
"Pertama kali makan Ampo rasanya seperti tepung tanpa bumbu," sergah perempuan asal Kecamatan Singgahan ini.
Dia berharap Ampo ini, segera dipatenkan oleh pemangku kebijakan menjadi camilan khas Tuban. Sekaligus dikembangkan produksinya, supaya tidak bertumpu pada keluarga Sarpik.

Sumber: kumparan.com


-------------------------
Informasi, saran, kritik, Hubungi segera : 

WA: 0811 3010 123

Telp/SMS : 0813 3519 6837

*tombol hanya berfungsi jika anda mengakses web ini via Smartphone

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Melihat Aktivitas Pengrajin Ampo di Desa Bektiharjo"

Post a Comment