Lewat BUMDesa, 'Orang Kampung' Bisa Sukses

(Kutipan Pihak Ketiga)
Pembangunan dari pinggir. Sesuai program Nawa Cita Presiden Joko Widodo, membangun daerah yang selama ini terpinggirkan oleh derap langkah pembangunan, sudah menjadi prioritas saat ini. Pembangunan di kota yang terlalu masif sebelumnya, telah membuat desa banyak ditinggalkan penghuninya.


Migrasi dari desa ke kota yang terjadi pun membuat permasalahan baru. Kota menjadi terlalu sempit, perputaran uang tak merata, ketimpangan makin terasa dan yang terpenting potensi desa terlupa. Sepertinya banyak yang lupa, rejeki tak hanya ada di kota, tapi juga di desa. Itu semua tergantung bagaimana kita mencipta dan berkarya.

Hanya saja, untuk berkarya demi kemaslahatan masyarakat banyak, desa butuh lembaga yang bisa mengelola segala kekayaan dan potensi yang dimilikinya tersebut. Karenanya, sejak tahun 2005, pemerintah telah menelurkan sejumlah aturan soal Desa dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDEs).

Sebut saja Peraturan Pemerintah No.72/2005 tentang Desa yang kemudian ditegaskan lewat Peraturan Menteri Dalam Negeri No.39/2010 tentang BUMDes. Ditambah lagi beleid Permendesa nomor 4 Tahun 2015 Mengatur tentang Pendirian, Pengurusan, Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Kini Undang-Undang No 6 tahun 2014 tentang Desa pun sudah bisa jadi pijakan.

Pada pasal 1 ayat 6 beleid itu disebutkan, BUMDes adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa. Hal tersebut bisa dilakukan melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.

Sejatinya, sebelum lahirnya kebijakan di atas, inisiatif BUMDes telah muncul di sejumlah daerah, meski dengan nama yang berbeda-beda. Beberapa di antaranya sudah menjalankan bisnis simpan-pinjam (keuangan mikro), pelayanan air minum, perdagangan dan bisnis lainnya.

Belakangan, usaha desa membangun ekonominya pun mendapatkan momentum besar dari adanya alokasi anggaran negara untuk program Dana Desa. Melalui UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintah desa memang memiliki kewenangan lebih besar untuk mengelola keuangan desa, mulai dari perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan pembangunan desa.

Program dana desa pertama kali digelontorkan pemerintah sebesar Rp 20,76 triliun pada 2015, kemudian meningkat menjadi Rp 46,9 triliun pada 2016, dan Rp 60 triliun pada tahun 2017 ini. Dalam RAPBN 2018 jumlahnya bahkan dilipatgandakan menjadi Rp 120 triliun. Bukan dana yang sedikit buat menjadi stimulus peningkatan ekonomi masyarakat desa.

Empat Program Prioritas

Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Taufik Madjid menuturkan ada empat program prioritas yang perlu dijalankan terkait penggunaan dana desa.

Pertama adalah program unggulan kawasan pedesaan, misalnya menjadi desa wisata, pertanian, perkebunan dan sebagainya. “Jadi, desa tumbuh dan berkembang atas potensi yang dimilikinya. Dana desa harus dapat dikelola untuk menunjang hal tersebut," ujarnya dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakart, Sabtu (19/8).

Kedua adalah penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Jika pendapatan BUMDes dalam 1 tahun sebesar Rp 1 miliar, maka BUMDes di 74.000 desa dapat menghasilkan Rp 75 triliun tiap tahunnya.

Ketiga, dana desa juga dipergunakan untuk membangun embung di desa, mengingat 80 persen desa di Indonesia adalah desa pertanian yang memutuhkan air untuk meningkatkan poduktivitas pertanian.

Keempat, adalah penyelenggaraan event olahraga desa, seperti liga desa. Ia berharap empat program prioritas ini bisa menggerakkan ekonomi dan meningkatkan perekonomian desa. “Dana desa dipersembahkan untuk itu, tinggal bagaimana kami mengawal agar bisa diimplementasikan," serunya.

Anggota Fraksi PKB DPR Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz seperti dikutip Antara menuturkan, saat ini BUMDes memang harus didorong menjadi motor penggerak perekonomian masyarakat desa.

"Inilah saat yang tepat bagi BUMDes untuk berkiprah secara nyata agar perputaran ekonomi tidak hanya terjadi di perkotaan tetapi menyebar hingga ke pedesaan," kata Neng Eem.

Neng Eem yakin jika BUMDes berhasil menggeser perputaran ekonomi ke pedesaan, maka akan banyak lapangan kerja yang dapat diciptakan. Dengan begitu diharapkan masyarakat desa tidak perlu lagi untuk datang ke kota.

Menurut politisi PKB itu, keberadaan BUMDes juga akan mampu menstabilkan harga berbagai bahan pokok masyarakat, khususnya pangan, dan mengurangi dominasi kartel.

Bahkan kalau perlu menurutnya, akan diupayakan adanya dana bergulir atau "revolving fund" untuk mendukung pengembangan BUMDes yang memfokuskan aktivitasnya pada komoditas pangan guna menunjang ketahanan pangan.

BUMDes Wisata

Direktur Utama BUMDes Tirta Mandiri Joko Winarno mengatakan, dana desa yang dikelola pemerintahan desa dengan BUMDes sejatinya dikelola secara sendiri-sendiri. Keterikatan pada dana desa yang mengucur ke pemerintahan desa selanjutnya bisa dialirkan ke BUMDEs untuk dikelola secara professional.

“Asset desa dikelola BUMDes, lalu (keungungan) kami setor jadi PAD (pendapatan asli daerah, red) desa,” ujarnya.

BUMDes Tirta Mandiri di Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah ini saat ini menjadi BUMDes sukses yang diidaulat menjadi salah satu BUMDes terbaik dari skala nasional.

Jika pada 2012 pendapatan kotor BUMDes Tirta Mandiri sekitar Rp 150 juta. Setahun kemudian meningkat menjadi Rp 600 juta. Kemudian 2014 melonjak Rp 1,1 miliar. Pada 2015 melebihi target yang ditentukan Rp 3,8 miliar menjadi Rp 6,1 miliar. Tahun 2016, target Rp 9 miliar terealisasi Rp 10,3 miliar.

“Nah tahun ini saya ditarget Rp 15 miliar pertutup buku bulan Juli kemarin saya sudah mencapai Rp 8,5 miliar,” serunya.

BUMDes Tirta Mandiri sendiri saat ini sudah memiliki 13 unit usaha. Selain wisata Umbul Ponggok yang terkenal karena foto bawah air yang instragramable, ada usaha retail, kuliner, penyewaan gedung dan lainnya. Dengan pendapatan yang semakin besar, Pendapatan Asli Daerah (PAD) desa juga membesar lantaran 30% dari keuntungan bersih masuk ke PAD desa. Untuk diketahui, pada 2001 Desa Ponggok justru masuk dalam daftar Inpres Desa Tertinggal (IDT).

Selain desa Pongok, sejumlah desa di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta juga mengembangkan sektor pariwisata melalui dana desa yang diharapkan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seperti dilansir Antara, Supriyo, Kepala Desa Karangmojo di Gunung Kidul mengatakan, pihaknya membangun Water Park Karangmojo dana desa sebesar Rp 463 juta untuk membangun kolam.

Dia mengatakan saat libur panjang lokasi tersebut dikunjungi wisatawan. Dengan rata-rata pendapatan Rp2,5 juta perhari saat liburan.

"Tiket murah masuk Water Park Karangmojo sebesar Rp5 ribu, pengunjung bisa sepuasnya menikmati permaian air," ucapnya.

Supriyo mengatakan seiring meningkatnya kunjungan diharapkan menggerakkan perekonomian masyarakat. Karena tidak hanya di kolam, tetapi juga penjual makanan yang ada di sekitar bisa ikut menikmati.

Senada, Kepala Desa Pucung, Kecamatan Girisubo, Bambang Untoro mengatakan pihaknya juga mengalokasikan dana desa untuk mengembangkan sektor pariwisata dengan membangun jalan menuju objek wisata. Dari total dana desa 2017 sekitar Rp900 juta, sekitar Rp300 diperuntukkan memperbaiki akses jalan menuju obyek wisata yakni Pantai Srakung.

"Kami berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengoptimalkan potensi wisata yang kami miliki. Selain pantai, kami mengembangkan Lembah Bengawan Solo Purba," urainya.

Tak hanya di Pulau Jawa, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu pun menargetkan seluruh desa di daerah itu memiliki BUMDes pada 2021.

"Kita targetkan 2021 seluruh desa sudah punya BUMDes," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Mukomuko, Saroni, di Mukomuko seperti dikutip Antara.

Ia menyatakan, saat ini baru sebanyak 74 dari 148 desa yang tersebar di 15 kecamatan di daerah itu yang telah memiliki BUMDes. Dalam tiga tahun kedepan sebagian desa di daerah itu sudah membentuk BUMDes, atau setiap tahun sebanyak 25 desa membentuk BUMDes.

"Kami yakin setiap tahun sebanyak 25 BUMDes bisa terbentuk di daerah itu," ujarnya.

Sementara ini, katanya, hanya BUMDes di 74 desa tersebut yang mendapatkan alokasi dana desa (ADD) dan bantuan dana desa dari pemerintah pusat. "Sebanyak 74 BUMDes itu yang memiliki legalitas menerima dana desa untuk modal membuka berbagai usaha untuk desa," ujarnya.

Menurutnya, sebagian desa belum membentu BUMDes karena keterbatasan pengetahuannya, atau warga masyarakat belum begitu mendukung pemerintah desa membentuk BUMDes.

Ia menyebutkan sebanyak 148 desa di daerah itu pada tahun 2017 menerima bantuan Dana Desa (DD) sebesar Rp115 miliar yang bersumber dari APBN dan Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar Rp54 miliar dari APBD.

Dari total dana bantuan yang diterima oleh 148 desa pada tahun 2017, pada tahap pertama disalurkan sebesar 60 persen sebesar Rp69 miliar dan dari APBD setempat Rp32 miliar."Total pencairan dana bantuan untuk 148 desa pada tahap pertama ini lebih dari Rp100 miliar," ujarnya.

Sumber: http://www.validnews.co/Lewat-BUMDes---Orang-Kampung--Bisa-Sukses-V0000700

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Lewat BUMDesa, 'Orang Kampung' Bisa Sukses"

Post a Comment